Senin, 06 Februari 2012

FARMAKOLOGI


Pengertian Diuretik
Diuretik adalah obat yang dapat menambah kecepatan pembentukan urin. Diuretika adalah Zat-zat yang dapat memperbanyak pengeluaran kemih melalui kerja langsung terhadap ginjal. Istilah diuresis mempunyai dua pengertian, pertama menunjukkan adanya penambahan volume urin yang diproduksi dan yang kedua menunjukkan jumlah pengeluaran zat-zat terlarut dan air. (2,3)
II. 5 Penggolongan Diuretik
Secara umum diuretik dapat dibagi menjadi dua golongan besar yaitu :
  1. Diuretik osmotik.
  2. Penghambat mekanisme transpor elektrolit didalam tubuli ginjal.
Obat yang dapat menghambat transpor elektrolit ditubuli ginjal ialah:
  1. Benzotiadiazid
  2. Diuretik kuat
  3. Diuretik hemat kalium
  4. Penghambat karbonik anhidrase (1,2,21).

II.5.1 Diuretik Osmotik
Istilah diuretik osmotik biasanya dipakai untuk zat bukan elektrolit yang mudah dan cepat untuk dieksresi oleh ginjal. Suatu zat yang dapat bertindak sebagai diuretik osmotik apabila memenuhi 4 syarat :
  1. Difiltrasi secara bebas oleh glomerulus
  2. Tidak atau hanya sedikit direabsorpsi sel tubuli ginjal
  3. Secara farmakologis merupakan zat yang inert
  4. Umumnya resisten terhadap perubahan metabolik.
Dengan sifat-sifat ini, maka diuretik osmotik dapat diberikan dalam jumlah cukup besar sehingga turut menentukan derajat osmolaritas plasma, filtrat glomerulus dan cairan tubuli. Contoh golongan obat ini adalah manitol, urea, gliserin, isosorbit. Adanya zat tersebut dalam cairan tubuli, meningkatkan tekanan osmotik, sehingga jumlah air dan elektrolit yang diekskresi bertambah besar. Tetapi untuk menimbulkan diuresis yang cukup besar, diperlukan dosis diuretik yang tinggi (2).
                               
II.5.2 Penghambat Karbonik Anhidrase
Penghambat karbonik anhidrase terdapat dalam banyak tempat di nefron, tempat utamanya dalam tubulus proksimalis tempat enzim ini mengkatalisis reaksi hidrasi/dehidrasi CO2 yang terlibat dalam reapsorpsi bikarbonat (22).
Asetazolamida, zat ini merintangi enzim karbonikhidrase ditubuli proksimal, sehingga disamping karbonat, Na dan K juga diekskresikan labih banyak bersamaan dengan air (1,2).

II.5.3 Benzotiadiazid
Golongan ini biasanya disebut golongan benzotiadiazid atau tiazid saja. Efek farmakologi tiazid yang utama ialah meningkatkan ekskresi natrium, klorida dan sejumlah air. Efek natriuresis dan kloruresis ini disebabkan oleh penghambatan mekanisme reabsorpsi elektrolit pada hulu tubuli distal. Berbeda dengan diuretik penghambat karbonik anhidrase, perubahan keseimbangan asam basa dalam tubuh tidak mempengaruhi efek diuretik tiazid (2).


II.5.4 Diuretik Hemat Kalium
Yang tergolong dalam kelompok ini ialah antagonis aldosteron, triamteren dan amilorid. Kelompok ini mengantagonis efek aldosteron pada tubulus renalis koligens korteks. Efek diuretiknya tidak sekuat golongan diuretik kuat. Obat ini bermanfaat untuk pengobatan beberapa pasien dengan udem, tetapi akan lebih bermanfaat bila diberikan dengan diuretik lain misalnya golongan tiazid (2,22).
Aldosteron adalah mineralokortikoid endogen yang paling kuat. Peranan utama aldosteron ialah memperbesar reabsorpsi natrium dan klorida ditubuli serta memperbesar ekskresi kalium. Mekanisme kerja antagonis aldosteron adalah penghambatan kompetitif terhadap aldosteron. Ini terbukti dari kenyataan bahwa obat ini hanya efektif bila terdapat aldosteron baik endogen maupun eksogen dalam tubuh dan efeknya dapat dihilangkan dengan meninggikan kadar aldosteron. Jadi dengan pemberian antagonis aldosteron, reabsorbsi ion natrium dihilir tubuli distal dan duktus kolagen dikurangi, dengan demikian ekskresi ion kalium juga berkurang (2).
Triamteren dan amilorid keduanya memperbesar ekskresi natrium dan klorida, sedangkan ekskresi kalium berkurang dan ekskresi bikarbonat tidak mengalami perubahan. Beberapa pengamatan klinik menunjukkan bahwa kedua obat ini terutama bermanfaat bila diberikan bersama diuretik lain, misalnya hidroklortiazid. Amilorid dan triamteren peroral diserap kira-kira 50% dan efek diuresisnya terlihat dalam 6 jam dan berakhir sesudah 24 jam (1,2).

II.5.5 Diuretik Kuat
Diuretik kuat mencakup sekelompok diuretik yang efeknya sangat kuat dibanding diuretik lain. Tempat kerja utamanya dibagiat epitel tebal ansa henle bagian asenden, karena itu disebut loop diuretic. Termasuk dalam kelompok ini adalah asam etakrinat, furosemid dan bumetanid.
Secara umum dapat dikatakan bahwa diuretik kuat mempunyai mula kerja dan lama kerja yang lebih pendek dari tiazid. Hal ini sebagian besar ditentukan faktor farmakokinetik dan adanya mekanisme kompensasi. Diuretik kuat terutama bekerja dengan cara menghambat reabsorpsi elektrolit diansa henle asendens bagian epitel tebal. Furosemid dan bumetanid mempunyai daya hambat enzim karbonik anhidrase karena keduanya merupakan derivat sulfonamid.
Furosemid lebih banyak digunakan daripada asam etakrinat, karena gangguan saluran cerna yang lebih ringan dan kurva dosis responnya kurang curam. Diuretik kuat sebaiknya diberikan secara oral, kecuali bila diperlukan diuresis yang segera maka diberikan secara iv atau im. Pemberian parenteral ini diperlukan untuk mengatasi udem paru akut(2).


II.6 Mekanisme Kerja Diuretik
Kebanyakan diuretik kerjanya dengan mengurangi absorpsi natrium, sehingga pengeluarannya lewat kemih, dan demikian juga volume air diperbanyak. Obat-obat ini bekerja secara khusus terhadap tubuli, tetapi juga ditempat lain yaitu : 
  1. Tubuli proksimal
Ultrafiltrat mengandung sejumlah besar garam yang ditempat ini direabsorpsi secara aktif untuk lebih kurang 70% antara lain ion natrium dan air. Filtrat tidak berubah dan tetap isotonis terhadap plasma. Diuretik osmotik bekerja ditempat ini dengan mengurangi reabsorpsi natrium dan air.
  1. Lengkungan Henle
Dibagian ini kalsium 25% dari ion klorida yang telah difiltrasi direabsorpsi secara aktif, disusul dengan reabsorpsi pasif dari natrium dan kalium, tetapi tanpa air hingga filtrat menjadi hipotonis.
  1. Tubuli Distal Bagian Depan
Dibagian ini, natrium direabsorpsi secara aktif tanpa air hingga filtrat menjadi lebih cair dan lebih hipotonis. Senyawa tiazid dan klortalidon bekerja ditempat ini dengan memperbanyak ekskresi natrium dan klorida.
  1. Tubuli Distal Bagian Belakang
Ion natrium diserap kembali secara aktif dan berlangsung pertukaran dengan ion kalium, hidrogen dan amonium. Proses ini dikendalikan oleh hormon anak ginjal aldosteron. Zat-zat penghemat kalium bekerja disegmen ini dengan cara mengurangi penukaran ion natrium dengan ion kalium, dengan demikian mengakibatkan retensi kalium. Penyerapan kembali dari air terutama terjadi disaluran pengumpul (ductus collectivus) dan disini bekerja hormon antidiuretik (ADH). (2,3)

II.7 Penggunaan Diuretik
Diuretik digunakan pada semua keadaan dimana dikehendaki peningkatan pengeluaran air, khususnya pada hipertensi dan gagal jantung. Diuretik dapat digunakan pada beberapa keadaan sebagai berikut :
  1. Edema
Semua diuretik dapat digunakan pada keadaan udem. Penyebab utama edema ialah payah jantung, penyebab lainnya adalah penyakit hati dan sindrom nefrotik. Retensi garam dan air dengan pembentukan edema sering terjadi pada penurunan penghantaran darah ke ginjal yang dianggap sebagai insufisiensi volume darah arterial efektif. Pada semua keadaan ini harus diusahakan meningkatkan kadar kalium dalam serum dengan penggunaan bersama diuretik hemat kalium. Pada penderita sirosis hati yang disertai dengan udem, sebaiknya digunakan dulu diuretik hemat kalium kemudian disusul dengan diuretik yang lebih kuat.
  1. Hipertensi
Dasar penggunaan diuretik pada hipertensi terutama karena efeknya resisten terhadap perifer, tetapi efek ini sekunder terhadap kesetimbangan natrium. Furosemid dan asam etakrinat mempunyai natriuresis lebih kuat dibanding dengan tiazid, tetapi keduanya tidak mempunyai efek vasodilatasi arteriol langsung, seperti tiazid. Oleh karena itu tiazid terpilih untuk pengobatan hipertensi berdasarkan pertimbangan efektifitasnya.
      3.   Batu Ginjal
Untuk membantu mengeluarkan endapan kristal dari ginjal dan saluran kemih, digunakan obat diuretik misalnya tiazid.
4.   Diabetes Insipidus
Thiazid dapat menurunkan poliuria dan polidipsia pada pasien yang tidak responsif terhadap ADH. Lithium yang digunakan pada pengobatan gangguan manik-depresif, merupakan penyebab yang lazim untuk terjadinya diabetes insipidus karena pengaruh obat, dan thiazid telah diketahui mampu mambantu untuk digunakan dalam pengobatan. 
      5.   Hiperkalsemia
Furosemid dosis tinggi yang diberikan secara IV (100 mg) dalam infus larutan garam fisiologis dapat menghambat reabsorpsi natrium klorida, air dan kalsium ditubuli proksimal sehingga digunakan untuk pengobatan hiperkalsemia. Tetapi untuk tujuan ini diperlukan pengeluaran urin sebesar 20 liter sehari.
6.   Keadaan yang memerlukan diuresis cepat
Pada udem paru, pemberian furosemid atau asam etakrinat secara IV dapat menyebabkan diuresis cepat. Perbaikan yang terjadi mungkin disebabkan oleh adanya perubahan hemodinamik yaitu perubahan pada daya tampung vena, tetapi diperlukan untuk mempertahankan hasil tersebut (2,22).

II.8 Uraian Furosemid
Furosemid adalah salah satu diuretik dari derivat sulfonamid dengan rumus bangun sebagai berikut :

Pemerian   :    Serbuk hablur, putih sampai kuning, tidak berbau.
Kelarutan   :    Praktis tidak larut dalam air, mudah larut dalam aseton, dalam dimetilformamida dan dalam larutan alkali hidroksida, larut dalam metanol, agak sukar larut dalam etanol, sukar larut dalam eter, sangat sukar larut dalam kloroform (23).
Furosemid merupakan turunan sulfonamid berdaya diuretik kuat dan bekerja pada Henle bagian menaik, sangat efektif pada keadaan udema diotak dan paru-paru yang akut. Mula kerjanya pesat, oral dalam 0,5-1 jam dan bertahan 4-6 jam, diekskresi melalui urin. Dosis pada udema : oral 40-80 mg, pada insufisiensi ginjal sampai 250-4.000 mg sehari dalam 2-3 dosis. Injeksi i.v 20-40 mg, pada keadaan hipertensi sampai 500 mg. (3). 


Sumber :


1.    Mycek MJ. Harvey RA & Champe PC. 2001. Farmakologi Ulasan Bergambar. Edisi II. Widya Medika, Jakarta. Hal 181, 226-236.

2.    Setiabudy, R. 2007. Farmakologi dan Terapi. Edisi V. Gaya Baru, Jakarta. Hal 389-403.

3.    Tjay, HT & Rahardja, K. 2002. Obat-Obat Penting. Edisi V. PT Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia, Jakarta. Hal 488.

4.    Wijayakusuma, H. 2004. Mencegah dan Mengatasi Batu Ginjal Secara Alami. 3, desember, 90.

5.    Yuniarti, T. 2008. Ensiklopedia Tanaman Obat Tradisional. Media Pressindo, Yogyakarta. Hal 135.

6.    Yudimasmi. Penyakit Darah Tinggi. [Serial on the Internet]. 2008. (dikutip 13 juni 2009). Available from : http://cerianet-agricultur.blogspot.com/2008_12_01_archive.html.

7.    Darman. Efek Diuretik Dekok Daun Jagung (Zea Mays L.) terhadap Marmot. Jurusan Farmasi. Fakultas MIPA. Universitas Hasanuddin. 1994. No.270, 164.

8.    Hardianto, S. Pengaruh Infus Tongkol Jagung muda terhadap daya larut batu ginjal kalsium secara in vitro. Fakultas Farmasi. Universitas Gajah Mada. 1989. No. 420, 228.

9.    Iriany N, Yasin M, Takdir A. 2007. Jagung Teknik Produksi dan Pengembangan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor. Hal 12.

10. Rukmana, R. 2007. Jagung. CV. Aneka Ilmu. Semarang. Hal 16.   

11. Steenis, C. G. G. J. Van. 1986. Flora untuk Sekolah di Indonesia.  Cetakan IV. PT. Pradaya Paramita. Jakarta. Hal 97-102.

12. Suprapto, H. 1992. Bertanam Jagung. Penerbit Penebar Swadaya. Jakarta. Hal 1.

13. Afriastini, J. J. 1994. Daftar Nama Tanaman. Cetakan ke-6. Penerbit Penebar Swadaya. Jakarta. Hal 46.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar